Home » » SUMBAWA, ramadhan dahulu

SUMBAWA, ramadhan dahulu

Gw paling senang ramadhan dan lebaran di sumbawa. Mengapa? Sebab nuansa ramadhannya masih terasa. Ini dulu, entah sekarang bagaimana. Dulu, periode 1980-1990an, selama ramadhan masih banyak orang yang mengaji di masjid. Hampir semua orang hilir-mudik ke masjid, terutama pada waktu taraweh dan subuh. Dua waktu yang menunjukkan perbatasan antara sore-malam dan malam-subuh. Entah, apakah karena orang sumbawa senang dengan akan malam dan dingin. Maklum, sumbawa sudah terbiasa dengan terik matahari yang membakar kulit. Siang hari di sumbawa sangat panas, butuh kipas angin atau es batu untuk menyejukkan tubuh.

Di Sumbawa, tak ubah seperti kota lainnya, saban ramadhan tak ada perubahan berarti dalam aktivitas masyarakatnya. Selama puasa, orang masih sibuk seperti biasa. Hanya pada sore hari, sudah mulai terlihat kumpul-kumpul, atau jalan-jalan seraya menunggu jadwal buka puasa. Buka puasa menjadi momen yang ditunggu! Saat buka puasa, orang-orang lebih senang berbuka di rumah atau di masjid. Jalan lengang, sunyi. Keramaian menunggu jam buka puasa tak terlihat lagi.

Jalan Subuh

Ada kebiasaan unik selama ramadhan. Sehabis shalat subuh, orang-orang biasanya keluar ke jalan raya untuk berjalan-jalan. Ini dilakukan secara massal. Seolah sudah menjadi festival rakyat yang tidak direncanakan. Rute jalan masal ini tak jelas, ditentukan masing-masing. Standar jaraknya kira-kira 2-5 kilometer. Ini dilakukan tidak diselenggarakan oleh pihak mana pun. Terjadi begitu saja. Tanpa pengumuman, tanpa poster, tanpa panitia. Berlangsung begitu saja tanpa koordinasi dari siapa pun.

Mengapa unik? Ini hanya berlangsung selama ramadhan. Selain bulan suci ini tak ada aktivitas seperti ini. Entah siapa yang memulai. Jalan-jalan subuh ini membuka peluang setiap orang berinteraksi dengan orang lain. Terkadang, pertemanan terjalin di sini. Ada pula orang yang mencari pacar pada kesempatan ini. Lebih tepatnya, para lelaki berusaha mendekati cewek idamannya. Atau boleh jadi sebaliknya, para peristiwa ini menjadi ajang pamer diri para cewek di hadapan para lelaki. Macam-macam interaksi yang berlangsung. Yang jelas, tak ada satu orang pun yang berjualan!

Mengaji

Selama malam-malam ramadhan, di masjid-masjid terdengar suara orang mengaji. Sehabis tawareh hingga waktu sahur. Ini berlangsung terus sepanjang ramadhan. Bila di amrik atau eropa, anak-anak tidur dengan iringan musik klasik (mungkin dari beethoven), tapi di sumbawa tidur diiringi dengan suara orang mengaji. Seakan, selama ramadhan ditarget 30 juzz selesai terbaca. Berbeda sekali dengan di Bandung, jarang sekali saya temui. Memang ada yang mengaji di masjid, tetapi paling banter sampai jam 12 malam. Gak sampai sahur. Itu pun volume speakernya dikecilkan. Di sumbawa, speaker masjid benar-benar nyaring. Rumah yang berjarak 500 meter pun masih terdengar nyaring. Apalagi rumah yang berdekatan dengan masjid.

Saya belum tahu apakah ramadhan seperti ini masih berlangsung di Sumbawa. Terakhir tahun 2006 mudik lebaran, gak terasa dan terlihat lagi. Suasana ramadhannya sudah tak menggigit. Ramadhannya sudah mulai seperti di Bandung, Jogjakarta dan Jakarta: gak kerasa ramadhan.

0 komentar: