Hingga detik ini, saya belum pernah lihat langsung fashion shownya karya-karya Tiarma Sirait. Lihat karya aslinya pun belum pernah. Saya hanya tahu karya-karyanya dari foto, buku acara, atau pun pembicaraan beberapa orang. Jadi susah juga untuk memahami karya-karyanya secara tepat. Apa boleh buat, kalau memang senang lihat karya-karyanya ya buat komentar saja ketimbang dipendam dalam benak.
Tanpa sengaja saya menemukan buku acara synthetic love. Sekilas pandangan mata, yang dominan hanya warna pink. Warna yang identik dengan keceriaan, riang selalu, dan muda. Judulnya pun agak nyerempet dengan semangat orang muda, love! By the way, jangan terjebak dengan judul atau pun warna pink. Ini tak hanya membicarakan persoalan cinta, malah jauh lebih rumit daripada itu. Sebabnya love dalam pengertian Tiarma Sirait masih diimbuhi dengan titel synthetic. Tentu ini bukan cinta biasa, bukan cinta yang dipahami oleh orang pada umumnya. Ini cinta spesifik, lebih tepatnya cinta yang lebih banyak mengandung konsep daripada sekadar nuansa romans.
Baca pengantar Rifky Effendy. Dalam prawacana ini, Rifky menghubungkan proyek synthetic love dengan capitalistic social life. Dimana tubuh perempuan disusun sebagai bagian dari rencana besar produk medis dan teknologi kecantikan. Pada intinya, Rifky mengaitkan karya Tiarma ini dengan isu yang diusung feminis kontemporer: konstruksi atas tubuh. Benarkah demikian? Bagi saya, itu terlalu jauh. Karya-karya Tiarma lebih terlihat ceria dan cool. Warna, tekstur dan kostum lebih terlihat atraktif serta menyenangkan mata. Ceria, riang, dan sejuk.
Dari rekaman-jejak judul pameran tunggalnya, seperti After Party (2004), Me, My Self & Barbie’s Smile (2004), dan Sweet Lolly (2001), Tiarma masih belum menyelesaikan proyek “Smile & Sweet”-nya. Masih dalam satu rangkaian exhibition. Menurut saya, Tiarma lebih dekat kepada art fashion ketimbang fashion. Dengan kata lain, ia memadukan antara fashion, conceptual art, dan pertunjukan.
Karya-karya Tiarma ini jelas sekali menyempal dari industri fashion. Menyempal dari “tradisi” indah-langsing-anggun. Ia membentuk gaya sendiri, gaya untuk melawan arus. Maklum, itulah seniman. Cara pikirnya diluar cara pikir mainstream.
Yang jelas: karya-karya Tiarma enak dipandang. sweet, smile, cool.
[yang jelas: saya belum pernah melihat langsung fashion performance, apalagi menyentuh karya-karya Tiarma. Maklum, belagu pisan ihwal fashion.]
Tanpa sengaja saya menemukan buku acara synthetic love. Sekilas pandangan mata, yang dominan hanya warna pink. Warna yang identik dengan keceriaan, riang selalu, dan muda. Judulnya pun agak nyerempet dengan semangat orang muda, love! By the way, jangan terjebak dengan judul atau pun warna pink. Ini tak hanya membicarakan persoalan cinta, malah jauh lebih rumit daripada itu. Sebabnya love dalam pengertian Tiarma Sirait masih diimbuhi dengan titel synthetic. Tentu ini bukan cinta biasa, bukan cinta yang dipahami oleh orang pada umumnya. Ini cinta spesifik, lebih tepatnya cinta yang lebih banyak mengandung konsep daripada sekadar nuansa romans.
Baca pengantar Rifky Effendy. Dalam prawacana ini, Rifky menghubungkan proyek synthetic love dengan capitalistic social life. Dimana tubuh perempuan disusun sebagai bagian dari rencana besar produk medis dan teknologi kecantikan. Pada intinya, Rifky mengaitkan karya Tiarma ini dengan isu yang diusung feminis kontemporer: konstruksi atas tubuh. Benarkah demikian? Bagi saya, itu terlalu jauh. Karya-karya Tiarma lebih terlihat ceria dan cool. Warna, tekstur dan kostum lebih terlihat atraktif serta menyenangkan mata. Ceria, riang, dan sejuk.
Dari rekaman-jejak judul pameran tunggalnya, seperti After Party (2004), Me, My Self & Barbie’s Smile (2004), dan Sweet Lolly (2001), Tiarma masih belum menyelesaikan proyek “Smile & Sweet”-nya. Masih dalam satu rangkaian exhibition. Menurut saya, Tiarma lebih dekat kepada art fashion ketimbang fashion. Dengan kata lain, ia memadukan antara fashion, conceptual art, dan pertunjukan.
Karya-karya Tiarma ini jelas sekali menyempal dari industri fashion. Menyempal dari “tradisi” indah-langsing-anggun. Ia membentuk gaya sendiri, gaya untuk melawan arus. Maklum, itulah seniman. Cara pikirnya diluar cara pikir mainstream.
Yang jelas: karya-karya Tiarma enak dipandang. sweet, smile, cool.
[yang jelas: saya belum pernah melihat langsung fashion performance, apalagi menyentuh karya-karya Tiarma. Maklum, belagu pisan ihwal fashion.]
0 komentar:
Post a Comment