Home » » Sikap AJI soal penyadapan wartawan

Sikap AJI soal penyadapan wartawan

ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN JAKARTA

Nomor : 05/AJIJAK-Adv/ Pers/IX/2007
Perihal : Siaran Pers untuk segera disiarkan

Siaran Pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta atas tindakan
penyadapan dan intimidasi berkedok penegakan hukum terhadap wartawan
Majalah Tempo, Metta Dharmasaputra

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengutuk terjadinya tindakan
penyadapan telepon genggam yang dilakukan pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab atas wartawan Majalah Tempo, Metta Dharmasaputra. AJI
menilai terjadinya penyadapan atas wartawan investigatif dari salahsatu
media terkemuka di Indonesia ini adalah tanda-tanda bahaya yang
menandakan kebebasan pers di negeri ini kembali terancam.

Jika komunikasi wartawan yang melakukan tugas jurnalistiknya di bawah
naungan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bisa dengan seenaknya
disadap dengan dalih penegakan hukum, maka masa depan kebebasan pers di
negeri ini sudah gelap gulita. Terlebih jika benar penyadapan itu
dilakukan untuk melindungi kepentingan pihak-pihak yang selama ini
justru melakukan pelanggaran hukum dengan manipulasi pajak yang
merugikan negara sampai triliunan rupiah.

Selain itu, AJI Jakarta juga menyesalkan cara-cara Polda Metro Jaya
menegakkan hukum dengan mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan kepada
kebebasan pers dan hak wartawan mencari informasi yang dilindungi
undang-undang.

Adalah benar wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra, menjalin komunikasi
dengan mantan karyawan PT Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, sejak
akhir 2006 lalu, dalam rangka tugas jurnalistik. Saat itu belum jelas
benar status hukum Vincentius Amin Sutanto. Motif utama komunikasi
tersebut adalah penggalian data-data penting mengenai manipulasi pajak
PT Asian Agri yang dipegang Vincentius, yang kemudian dipublikasikan
sebagai Laporan Utama Majalah Berita Mingguan Tempo pada Januari 2007
lalu.

Sebagai tindak lanjut dari pemberitaan tersebut, pada pertengahan
Januari, tim gabungan Direktorat Pajak Departemen Keuangan dan Komisi
Pemberantasan Korupsi mendatangi kantor PT Asian Agri di Jakarta dan
Medan dan menyita sejumlah dokumen. Bahkan pada Mei 2007, Dirjen Pajak
Darmin Nasution menegaskan pemerintah sudah menemukan bukti awal pidana
pajak PT Asian Agri dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 786
miliar. Lima direksi perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka. Semua
ini adalah berkat informasi penting yang disampaikan Vincentius Amin
Sutanto sebagai whistle blower yang membongkar praktek biadab yang
merugikan keuangan negara.

Namun, meski sudah nyata-nyata membantu membongkar kasus ini, Vincentius
justru diganjar hukuman penjara 11 tahun pada Agustus 2007 lalu, karena
dinilai terbukti melakukan pidana pencucian uang. Tak puas dengan
"keberhasilan" membui seorang whistleblower, polisi kini juga mengincar
wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra, yang membantu mengungkap kasus ini
kepada publik. Buktinya, pada awal September lalu, Kepala Satuan
II/Fismondev Polda Metro Jaya, AKBP Aris Munandar, melayangkan surat
panggilan kepada Metta untuk menjadi saksi berkaitan dengan pelarian
Vincentius ke Singapura.

Pada saat bersamaan, di kalangan wartawan juga beredar salinan
percakapan SMS dari telepon genggam Telkom Flexy milik Metta
Dharmasaputra dengan sejumlah pihak. Seorang pejabat Telkom memastikan
salinan itu memang dikeluarkan atas permintaan aparat penegak hukum.

Semua fakta dan bukti di atas cukup untuk membuat AJI Jakarta prihatin
dan menyesalkan arah penyelidikan polisi dalam kasus ini. Patut diduga
polisi bertindak bukan atas kepentingan umum dan mengabaikan prosedur
penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui telekomunikasi seperti
diatur UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000. Dalam dua aturan itu, penyadapan atau
permintaan informasi percakapan melalui telekomunikasi hanya bisa
dilakukan atas seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi, terorisme
dan narkoba. Sementara Metta Dharmasaputra dalam kasus ini hanya
berstatus sebagai saksi dan nyata-nyata melakukan tugas jurnalistik
sebagai wartawan yang dilindungi undang-undang. Apa yang dilakukannya
sebagai wartawan dalam kasus ini semata-mata demi melindungi kepentingan
publik yang lebih besar.

AJI Jakarta mengajak semua media, organisasi profesi wartawan,
lembaga-lembaga yang peduli pada kebebasan pers, para jurnalis, dan
organisasi masyarakat sipil untuk bersama melawan tekanan yang
mengancam kebebasan pers ini.

Jakarta, 12 September 2007

Jajang Jamaludin Umar Idris

Ketua Umum Ketua
Divisi Advokasi

0 komentar: