Home » , » Profil Teten Masduki

Profil Teten Masduki

Teten Masduki (lahir di Garut, Jawa Barat, 6 Mei 1963; umur 49 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia. Secara fisik, penampilan Teten Masduki biasa saja. Namun ia mudah dikenali karena kepalanya yang botak. Meski “kumis jenderal” menempel di atas bibirnya, tidak ada kesan galak pada dirinya. Tapi kalau “berhadapan” dengan tindak penyelewengan uang rakyat dan negaranya, ia sangat garang. Jenderal pun dilibasnya.
Nama Teten mencuat ketika Indonesia Corruption Watch (ICW), yang dipimpinnya, membongkar kasus suap yang melibatkan Jaksa Agung (saat itu) Andi M. Ghalib pada masa pemerintahan B.J. Habibie. Inilah pertama kalinya dalam sejarah sebuah lembaga seperti ICW bisa memaksa seorang pejabat tinggi negara turun dari jabatannya. Berkat kegigihannya mengungkap kasus tersebut, Teten dianugerahi Suardi Tasrif Award 1999.
Terlahir dari keluarga petani, masa kecil Teten dihabiskan di Kecamatan Limbangan, Garut, Jawa Barat. Tidak pernah terbayang ia akan menjadi aktivis antikorupsi, bahkan jenis “profesi” ini tak dikenalnya. Meski kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, Masduki, ayah Teten, berpesan agar ia jangan sampai jadi pegawai negeri atau tentara. Teten sendiri ingin menjadi insinyur pertanian.
Tapi setamat dari SMA, ia kuliah di IKIP Bandung, mengambil jurusan kimia. Kesadaran terhadap masalah-masalah sosial sudah tumbuh sejak SMA. Saat kuliah ia sering ikut kelompok diskusi, mempelajari teori-teori dari yang kiri sampai yang kanan. Sekitar 1985, Teten ikut aksi demontrasi membela petani di Garut, yang tanahnya dirampas. “Mulai saat itu saya terjun di dunia aktivis. Setelah lulus saya direkrut LSM informasi dan studi hak asasi manusia,” tuturnya.
Ketika bekerja di divisi perburuhan YLBHI, ia berkawan dengan buruh. Hal yang sangat mengesankannya. “Luar biasa dan berkesan, perlawanan yang mereka lakukan tidak pernah henti,” ujarnya.
Kalau akhirnya Teten aktif di Indonesia Corruption Watch sebagai ketua badan pekerja, itu karena “Saya geram saja melihat korupsi yang ada. Padahal, kita ini kaya raya tapi hutan kita habis, sumber daya alam kita habis, utang kita menumpuk tapi enggak menyisakan apa-apa selain rakyatnya yang miskin,” ucapnya. Sudah puluhan kasus ikut dia tangani, antara lain kasus korupsi di Bank Dunia, Pertamina, Bulog, lalu PU, jalan tol, pajak.
Sebagai aktivis yang kerap berhadapan orang-orang yang diduga terlibat kasus korupsi, Teten kerap mendapat tekanan. Bahkan, pernah diancam akan diburu sampai ke liang kubur sekalipun. Ketika berhadapan dengan Andi M. Ghalib, ia mendapat tuduhan mencemarkan nama baik. “Ya, ini dagelan saja,” komentarnya, ringan.
Ada pula pengusaha, yang datanya masuk dalam daftar ICW, menawarkan fasilitas kendaraan dan lain-lain, asalkan datanya tidak diumumkan. Tentu saja ICW menolak.
Teten suka humor. Ketika ribut-ribut soal fasilitas mesin cuci untuk anggota DPR, di zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid, Teten bersama staf ICW menghadiahkan lima papan penggilas cucian kepada DPR.
Teten tetap bertahan hidup di jalur ini. “Saya tetap dapat bertahan hidup dengan istri dan anak saya, dan bisa survive dengan hidup yang layak,” kata suami Suzana Ramadhani ini.
Biodata Teten Masduki
• Nama:Teten Masduki
• Lahir:Garut, Jawa Barat, 6 Mei 1963
• Agama:Islam
• Istri:Suzana Ramadhani
• Anak:Nisrina
• Ayah:Masduki
• Ibu:Ena Hindasyah
Pendidikan:
• Jurusan Matematika dan Ilmu Kimia, IKIP Bandung (1987)
• Kursus selama tiga bulan tentang kepemimpinan LSM di El Taller, Tunisa(1989)
Karier:
• Staf peneliti pada Institut Studi dan Informasi Hak Asasi Manusia (1978-1989)
• Kepala Litbang Serikat Buruh Merdeka Setiakawan (1989-1990)
• Kepala Divisi Perburuhan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI; 1990-2000)
• Koordinator Forum Solidaritas Buruh (1992-1993)
• Koordinator Konsorsium Pembaruan Hukum Perburuhan (1996-1998)
• Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (1998-2008)
• Anggota Ombudsman Nasional (2000 – sekarang)
• Sekretaris Jenderal Transparency International chapter Indonesia (2009-sekarang)
Penghargaan:
• Suardi Tasrif Award 1999
• Alumni Berprestasi IKIP Bandung 2000
• Penghargaan Ramon Magsaysay, 2005

0 komentar: