Untuk mendukung Prita Mulyasari, email ini sengaja disebar agar rumah sakit tidak seenaknya memberlakukan pasiennya. Juga untuk memperkuat dunia online di negeri ini. Isi email ini diperoleh dari milis jurnalisme [post by andi muhyiddin].
Berikut isi email tersebut:
Email Bagian 1 (Dikutip dari Suara Pembaca detik.com)
Email ini saya posting atas tanggapan pada posting:
Masuk Bui Karena Menulis Email
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
RE: Isi email Prita Mulyasari
Email Bagian 2
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
RE: Isi email Prita Mulyasari
Email Bagian 3 (tamat)
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan ? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@ yahoo.com
081513100600
26 komentar:
Solidaritas Anti Kriminalisasi Pasien
oleh RS OMNI International Alam Sutera
Kasihan saja tidak cukup. Apakah yang sudah Anda lakukan untuk menggalang anti kriminalisasi pasien oleh RS OMNI International Alam Sutera ? Atau Anda hanya membaca dan menonton kasus itu di Media Cetak dan Televisi ?
Jika Anda peduli, namun tidak tahu caranya mengekspresikan kepedulian Anda, berikut ini adalah langkah praktis untuk menyampaikan aspirasi Anda :
1. Kirim Email kekecewaan dan kutukan Anda, kepada :
• info@omnihealthcare.co.id dan info@omni-hospitals.com (RS OMNI International Alam Sutera)
• mph@cbn.net.id (Pengacara RS OMNI International Alam Sutera dari Risma Situmorang, Heribertus & Partners).
2. Anda juga bisa menyampaikan kekecewaan dan kutukan Anda secara langsung kepada nomor telpon : 021-53128555 (hunting). Jangan hanya berbicara sama operatornya, tetapi kalau bisa dengan para manajemen RS OMNI International Alam Sutera, yaitu Sukendro (Direktur Utama), Dina (Direktur), atau Anda juga bisa menghubungi semua nama petugas yang disebutkan dalam surat keluhan Prita Mulyasari.
3. Cara lainnya adalah dengan mengirimkan fax dukungan yang sama ke nomor : 021- 53128666.
Marilah kita semua melakukan langkah nyata sebagai rasa solidaritas dan tangggungjawab sosial personal. Agar kasus kriminalisasi terhadap pasien yang dilakukan oleh RS Internasional merupakan yang pertama dan yang terakhir. Lakukan apa yang bisa dilakukan, sekarang juga. Terima kasih atas kepedulian Anda.
Wassalam,
BARATA NAGARIA
Solidaritas Anti Kriminalisasi Pasien Indonesia (SAKPI)
Web, http://anti-kriminal.blogspot.com
Email : barata.nagaria@yahoo.co.id
Attack!! webnya
attack aja boss
tuh coba
http://www.omni-hospitals.com/admin/
setuju.... kita attack-attack aja tuh si OMNI ampe nangis kegelian
prihatin dan sangat menyesali atas kejadian ini, diharapkan bagi pihak yang terkait dapat memberikan keterangan selengkapnya kepada masyarakat pada umumnya dan kepada Ibu Prita pada khususnya, atas kesalahan yang mereka lakukan.
Kok cuma rumah sakit OMNI yang disorotin....... trus yang mengabulkan tuntutan mereka yaitu pihak pengadilan negeri Tangerang dan kepolisian yang nangkap Bu Prita kok ga disinggung kan mereka juga ikut andil dalam terjadinya "tragedi" ini???!!
Semoga menjadi kasus yang terakhir di negeri kita ini
Pihak Kepolisian bila tidak menanggapi pelaporan akan kena pra peradilan, jadi jangan ikut disalahkan.
Kalau pihak Kejaksaan, Pak Panji kan sudah action.
Fokus ke tujuan aja bro,.....dengan motto BEBASKAN PRITA.
kita ikut prihatin buat bu prita, mungkin masih banyak ibu2, atau keluarga lain yang sebelumya jadi korban,. bukan cuman omni,.ini buat intropeksi rumah sakit lainnya,. jangan cuman nyari untung aja, pake hati sedikit,.pake perasaan. trimakasih.
Sabar bu & smngat truz kita smua dukung atas ketidak adilan ini, walau pun keadilan saat ini tidk brpihak pada ibu dan kluarga namun keadilan yg haqiqi ada stalh kita kmbali menghdp sang khaliq.... tp kita akan trus mberikan dukungan untuk sebuah keadiln..
memng di negeri ini sulit mencari keadilan bg rakyat kcil, keadlian hanya milik orang2 yg punya kekuasaan dan harta, dan di negeri ini penuh dg kebohongan dan permainan jangan kan sebuah informasi pasien, hukum di negeri ini pun sangat mudah untuk di jadikan permainan orang2 yg punya kekuasaan dan harta, kita rakyat kecil hanya dijdikan alat untuk sebuah pemainan besar, alhamdulliah kasus ibu bs di angkat ke media dan msyarkt pun banyak yg mendukung, dan mungkin ini sebagian kcil dr kasus2 atas klalayan, malpraktek, permainan dll yg merugikn pasien'a oleh para oknum2 medis di RS besar maupun kcil, kita bnyangkn korban2 sprti Ibu Prita yg tidak ada kberanian untuk mencurakan atas ketidak adilan & krugian'a merka hanya bs mnrima dg pasrh bahkan nyawa atw keccatn seumur hidup yg mereka korbankn, Subhanallah... sampai kpn ini akan terus terjadi pd rakyat kcil???? sampai kpn rakyat kecil di jdikan alat permainan atas keserakahan mereka....?????? sampai kpn kita akn jd penonton trus ats pndritaan mereka...????? sampai kpn hati nurani ini mereka bs bepihk pd kita
Bos Izin Copy buat di pajang di Blogku...
bu prita...yang sabar ya..mdh2an bisa banyak hikmah yg bisa diambil dari kejadian ini...jadi pelajaran jg bwt para dokter semua...komunikasi adalah yg paling utama pren!!!
Saya mengutuk segala tindakan biadap RS ini kepada rakyat Indonesia dan saya bersumpah demi Allah bahwa saya akan merusak nama RS ini sebisa saya dan terus menerus akan mengajak rakyat Indonesia siapa saja agar jangan mengunakan rumah sakit ini sebagai tempat berobat dan akan saya lakukan terus-menerus dan baru akan berhenti jika RS ini gulung tikar. Ini adalah salah satu bentuk sumpah, solidaritas dan dukungan saya kepada Ibu Prita Mulyasari yang sudah anda zolimi. Sungguh biadab sekali dan lebih biadab dari hewan.
Hamba Allah
Reaksi pertama saya, cukup kesal juga atas berita ini. Karena tanpa ba bi bu langsung di adili dan dijebloskan ke penjara. Ini sudah bukan jaman orde baru.
Saya kira, bu Prita mengungkapkan keluhan terhadap layanan masyarakat seperti yg dilakukan layaknya berjuta2 masyarakat sekarang dengan berbagai media. Keluhan, seharusnya ditanggapi terlebih dahulu, namanya juga keluhan. YLPKI sebuah lembaga peduli konsumen juga menyediakan mediasi bagi mereka yg memiliki benturan kepentingan seperti misalnya dalam hal klaim asuransi. Semua itu bisa diselesaikan dengan baik-baik.
Intinya (menurut saya):
Pihak RS berkewajiban memberikan klarifikasi dan bukti tertulis atas pernyataan hasil lab yg diberikan kepada bu Prita.
Saya yakin jika pihak RS sudah menjalankan kewajiban itu (menanggapi keluhan bu Prita), maka niscaya nggak akan muncul email seperti ini.
Jadi, terlalu kejam jika pihak RS yg belum melakukan kewajibannya pada bu Prita, malah mem-vonis dengan kejamnya, apalagi jika bu Prita hanya bisa menyuarakan pendapat di web!
Semoga bisa diselesaikan baik-baik, dan buat pihak RS, drop the (cruel) charges and please let this be a lesson for the future.
BY MR X
saya hanya akan memberikan tanggapan yang obyektif saja.
Berbicara terkait upaya penegakan hukum seharusnya tetap proporsional dan profesional.saya acungi jempol untuk pihak kepolisian yang berusaha profesional dengan mengedepankan sisi kemanusiaan,hal itu terbukti dari penerapan pasal dan tidak dilakukannya penahanan terhadap ibu prita,karena sebagaimana saya selaku sesama penegak hukum dan sekaligus penyidik yang namanya melakukan penahanan adalah bukan syarat mutlak terkait penanganan perkara,disamping bila kita lihat profil ibu prita karena hal itu merupakan bagian dari HAM yg dimiliki ibu prita.Toh saya yakin ibu prita tidak akan melarikan diri,merusak atau menghilangkan barang bukti maupun mengulangi lagi tindak pidana tersebut.setiap bentuk upaya paksa tentunya harus punya dasar yang kuat sebagaimana diatur dalam KUHAP.dan yang paling penting dan harus dipahami oleh masyarakat adalah POLRI disamping tugas pokoknya selaku pemelihara kamtibmas,penegak hukum ,serta pelindung pengayom dan pelayan masyarakat mempunyai kewajiban untuk menerima setiap laporan dan pengaduan dari masyarakat apapun bentuknya,dan tugas penyidik polri adalah mengumpulkan alat2 bukti dan menyiapkan berkas perkara sampai dengan pelimpahan berikutnya.mengenai terbukti atau tidak tindak pidana tersebut bergantung dari keputusan pengadilan.
Saya mengajak masyarakat agar menanggapi secara obyektif tanpa disertai emosi terhadap masalah tersebut,meskipun selaku hamba Allah swt saya juga merasakan penderitaan yg dijalani ibu prita.marilah kita sama2 awasi terhadap pelaksanaan Criminal justice system (CJS) yang akuntabel ,jujur,dan bersih..karena jaminan kepastian hukum merupakan syarat utama dan mutlak yang menentukan langkah negara kita selanjutnya.
demikian sekilas wacana dari saya dan diharapkan kita semua sama2 memacu penegakan hukum yang seadil-adilnya.hidup POLRI !!!!!
mudah2an menjadi lesson learnt untuk semua pihak. Pada dasarnya setiap pasien membutuhkan informasi dan komunikasi.Sebaiknya Fakultas kedokteran di negeri ini mulai memfokuskan subject komunikasi dokter -pasien yg lebih intensif & termasuk yg diujian khususx, usul saja...Wel,liat saja akibatx jd meluas kemana2. Terhadap proses penahanan, apa iya karna lap RS ini kepolisian lgs hrs melakukan itu??
Menurut saya bukan Prita Mulyasari yang harus ganti rugi 1 Milyar tetapi pihak RS. OMNI-lah yang harus ganti rugi minimal 1Trilyun untuk :
1. Gangguan Mata,
2. Pembengkakan ditangan,
3. Pembengkakan di leher,
4. Manipulasi Data
5. Dal Lain-lain.
Dan Bagi Pihak Pengadilan juga harus......????, karena telah meahan Prita Mulyasari dengan tidak adil.
"Islam ternyata menakutkan! Liat blog ini deh -> BLOG MANTAN MUSLIM INDONESIA http://trulyislam.blogspot.com"
Buat yang nulis ini, jangan menyebarkan fitnah dong... kita fokus sama ibu Prita saja ya... kalo mau saya juga bisa attached blog2 tentang kebohongan2 agama yang lain. Jangan SARA ya mas...
Sangat disayangkan tindakan "tidak cerdas" yang dilakukan RS OMNI, dengan memperkarakan langsung Prita ke pengadilan.
Hal ini akan semakin memperburuk citra RS OMNI, karena orang akan berpikir RS OMNI bersikap arogan. Bisa jadi orang jadi menganggap : masuk ke RS OMNI,diagnosa aneh2, lama sembuhnya, biaya mahal, PLUS resiko dipenjara. Jangan-jangan sudah muncul dalam benak masyarakat slogan 3Ingat berikut : "Ingat OMNI, Ingat Prita, Ingat Penjara".
Akan lain halnya jika, RS OMNI membuka jalan yang lebih halus, dengan mendengarkan keluhan Prita ini dengan baik, bisa jadi Prita malah membatalkan keluhannya ini, dampaknya positif bisa didapatkan RS OMNI sebagai Rumah Sakit yang "care" terhadap pasiennya.
Anonymous, saya salut sama anda karena telah mendukung prita. namun jika anda mencoba persoalan prita ke persoalan SARA, anda justru lebih brengsek dari OMNi..
Oknum2 yang merugikan ibu Prita,,,segera bertobat..ingat kiamat sudah dekat..ingat saat anda disumpah profesi..jangan duit mulu yang dipikirin. Api neraka sangat puuaaNaass lho.
Binggunggggggg, siapa lagi yang dapat dipercaya di negeri ini. Dimana sih letaknya pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Ibu Prita ???, Apakah bicara masalah kebenaran harus selalu tersambung ke masalah pencemaran nama baik ??????, Salut untuk Jaksa Penuntut Umum, berani memasukkan pasal-pasal walaupun tidak diuraikan dalam BAP. Bu Prita, yakinlah kebenaran selalu mengalahkan yang salah walaupun harus makan waktu dan perjuangan. Kami yang punya hati nurani mendukung Ibu.
Agoesdjalib@ymail.com
Binggunggggggg, siapa lagi yang dapat dipercaya di negeri ini. Dimana sih letaknya pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Ibu Prita ???, Apakah bicara masalah kebenaran harus selalu tersambung ke masalah pencemaran nama baik ??????, Salut untuk Jaksa Penuntut Umum, berani memasukkan pasal-pasal walaupun tidak diuraikan dalam BAP. Bu Prita, yakinlah kebenaran selalu mengalahkan yang salah walaupun harus makan waktu dan perjuangan. Kami yang punya hati nurani mendukung Ibu.
Artikel apik :
"Surat Pembaca Berbuah Bahagia atau Penjara ?"
http://www.mediakonsumen.com/Artikel4560.html
Ada A-Z alamat 25 url surat pembaca lainnya, siap diklik untuk bongkar keangkuhan para penyedia layaanan publik. Ayo serbuuuu..... !!!
Ada 7 tips biar gak dipenjara....
"Kecewa dan mengeluh dari para konsumen, sebagai tanggapan atas layanan yang kurang memuaskan amat jamak ditemukan. Hal ini menimpa para konsumen yang berinteraksi dengan layanan publik, kasus jual-beli, perbankan, layanan di pemerintahan maupun swasta.
Layanan yang berbuah kekecewaan ini semestinya mendapatkan perhatian dari para pengusaha, produsen, atau pimpinan pemberi layanan tersebut. Bahkan jauh-jauh sebelum memberikan pelayanan tersebut, hendaknya disediakan sebuah kotak saran agar konsumen bisa memberikan kritik, saran, pengaduan dan segera mendapatkan respon yang memadai."
Semoga bermanfaat.
gw denger RS Omni mo ganti nama ??? bener gak sih ???
OMni ganti nama juga tidak akan berpengaruh, selama pelayanan buruk dan berbuat seenaknya, calon pasien tidak akan mau kesana!
Post a Comment