Home » » Partai Para Banteng Muda

Partai Para Banteng Muda

Oleh Arahman Ali


Di Bandung, delapan puluh tahun silam, tepatnya 4 Juli 1927, lahir partai kaum nasionalis, yakni Perserikatan Nasional Indonesia. Didirikan dan dikembangkan oleh sejumlah orang yang masih muda: Iskag Tjokrohadisurjo, Samsi Sastrowidagdo, Budiarto, Sartono, Sunarjo, Anwari, Wilopo, dan Sukarno. Sekumpulan orang muda yang mempunyai mimpi besar: menentang kolonialisme-imperialisme dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan garis politik yang ditempuh tidaklah enak, haluan non-kooperasi dengan pemerintah Hindia-Belanda. Haluan yang termasukk nekat kala itu, mengingat mengambil garis tidak bekerjasama berarti harus siap sedia ditindas penguasa, siap dipentung para soldadu dan “bersekolah” di penjara.

PNI dengan sikapnya yang radikal mengusung semboyan “Indonesia Merdeka Sekarang”. Semboyan yang berani sekali ketika itu, mengingat kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda tidak pernah menginginkan terjadinya Indonesia yang berdaulat dan merdeka. Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah ingin membebaskan Indonesia dari Kerajaan Olanda. Dengan segala cara, pemerintah kolonial memberangus ide-ide tentang kemerdekaan, dan pemerintahan sendiri.

Gagasan Indonesia merdeka awalnya didengung-dengungkan Indisch Partij dan Perhimpunan Indonesia. Indisch Partij mengkampanyekan Indisch merdeka. Sedangkan Perhimpunan Indonesia pada 1925 di negeri Olanda rajin menyebarkan kesatuan Indonesia, walau sayup-sayup terdengar di negeri bumantara. Sebelumnya Sarekat Islam, lewat HOS Tjokroaminoto, lebih suka wacana zelf-bestuur, kaum bumiputra mengelola pemerintahan Hindia-Belanda.

Memang, ketika itu tidak ada satu partai kaum bumiputra yang kuat. Sarekat Islam yang disebut-sebut sebagai pergerakan rakyat aseli sedang terpecah dua. Sarekat Islam terbelah dua menjadi SI Putih dan SI Merah. Sedangkan Indisch Partij tak memiliki ikatan erat dengan massa.

PNI menetapkan tiga medan perjuangan, yakni, Pertama, bidang politik. PNI mengusahakan rasa kebangsaan dan kesadaran akan pentingnya persatuan. Selain itu memajukan pengetahuan dan sejarah kebangsaan dan memperkokoh hubungan dengan bangsa-bangsa Asia. Juga memperjuangkan hak-hak politik kaum bumiputra. Kedua, bidang ekonomi. PNI berupaya membentuk perdagangan, kerajinan, bank, dan koperasi. Ketiga, bidang sosial. Mendorong pengetahuan bersifat kebangsaan, mendukung emansipasi perempuan, mengurangi pengangguran, menyelenggarakan transmigrasi, mendirikan dan menyokong serikat pekerja, memajukan kesehatan rakyat, dan membasmi pemadat dan alkoholik.

Tiga bidang ini selalu dibicarakan tokoh-tokoh PNI dalam rapat umum. Mereka kerap harus berpidato di rapat-rapat umum, tur ke kota-kota dan memberikan kursus bagi kader-kader. Majalah partai pun diluncurkan dengan nama “Suluh Indonesia Muda”. Karena memperjuangkan ihwal politik, ekonomi, dan sosial bagi kaum bumiputra, tak heran bila partai ini kemudian mendapat dukungan besar dari ribuan orang.

Walau berhasil menarik simpati massa, untuk menghidupi diri dan keluarganya, para anggota partai, semisal Sartono, Sujudi, Iskaq, Samsi, Budiarto, dan Ali Sastroamidjojo harus bekerja di lapangan partikulir. Sikap yang diambil agar sesuai dengan garis perjuangan partai yang non-kooperasi.

Untuk mengembangkan PNI dibentuk sayap-sayap organisasi pekerja seperti Persatuan Motoris Indonesia (Bandung, untuk supir), Sarekat Anak Kapal Indonesia (Priok, untuk kelasi), Persatuan Djongos Indonesia (Surabaya, untuk jongos), dan perkumpulan OJS (Surabaya, untuk pegawai kereta api).

Salah satu karya besar partai ini ialah terbentuknya Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) beberapa bulan setelah PNI lahir. Didalam perkumpulan politik ini terlibat berbagai partai dan perkumpulan yang penting waktu itu. PPPKI didukung oleh PNI, PSI, Boedi Oetomo, Pasundan, Kaum Betawi, Sumatranenbond, dan studiklub-studiklub.Terbentuknya perhimpunan ini dapat dikatakan menyatukan kaum nasionalis, yang sebelumnya menempuh jalan sendiri, dalam satu bendera perjoangan.

Pemerintah kolonial Belanda mengawasi PNI sejak berdirinya. Karena dianggap dapat menimbulkan bahaya di kemudian hari, empat pemimpinya ditangkap pada bulan Desember 1929. Sukarno, Maskun, Gatot Mangkupradja dan Supriadinata kemudian diajukan ke hadapan sidang pengadilan Landraad Bandung.

Dalam pengadilan inilah Sukarno kembali menegaskan semangatnya. Dengan modal pledoi bertitel “Indonesia Menggugat”, Sukarno menggemparkan mental musuhnya, sekaligus membakar semangat kaum nasionalis untuk terus berjuang. Walau pledoi ini memikat pendengarnya, Sukarno dan tiga kawan sepergerakan tetap dikenai vonis penjara.

Tak lama kemudian, PNI dengan berat hati membubarkan diri. PNI bubar pada 17 April 1930. Alasannya demi menyelamatkan perjuangan kaum nasionalis dan menjaga keselamatan anggotanya. Hingga penghujung 1930, anggota PNI sebanyak 10.000 orang.

Menurut A.K. Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (1984), “Biarpun PNI itu masih muda, tetapi pengaruhnya amat besarlah sudah; bahkan, lebih besar dari pada pengaruh salah satu organisasi lain2 semenjak 1908 sampai 1942 itu! Tentu saja banyaklah yang menjadi mundur sesudah pembubaran partai itu, tetapi sebagai sudah dinyatakan tadi, suatu dari daripada pendirian yang penting2 tetap kekal se-lama2nya; hal ini terdapat bukan pada anggota2nya saja, tetapi juga pada golongan lain2 dan pada orang2 yang tidak berorganisasi; bukan pada orang golongan rendah saja, tetapi juga pada orang tua2; bukan pada orang Islam saja, tetapi juga pada orang Keristen; bukan pada orang partikulir saja, tetapi juga pada pegawai negeri; bukan pada kaum laki2 saja, tetapi juga pada kaum wanita. Propaganda PNI itu boleh dianggap menimbulkan suatu zaman baru dalam pikiran dan perasaan orang Indonesia.”

Partai Nasional Indonesia ialah partai para banteng. Walau usia hayatnya sepanjang tiga tahun namun pengaruh kehadirannya sungguh luar biasa. Radikal, non-kooperasi dan menggebu-gebu. Selalu berpedoman pada gerakan revolusioner, dan tegas-tegas menolak perubahan evolutif. PNI merupakan salah satu peletak dasar gagasan nasionalisme di Indonesia, sekaligus turut menumbuh kembangkan gagasan nation-state Indonesia. Tidak seperti partai di jaman ini, PNI berdiri bermodal seadanya. Partai yang hanya bermodalkan semangat joang mencapai Indonesia Merdeka.

Dari partai kaum muda ini, kita bisa belajar, bahwa partai politik dibentuk demi rakyat, dan demi Indonesia.



Arahman Ali, pekerja budaya di Gedung Indonesia Menggugat. Tinggal di Bandung.

0 komentar: