Home » » Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PKS

Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PKS

Menjelang Pemilu 2009, partai-partai politik di Indonesia semakin sibuk. Sibuk menjalin aliansi temporer, sibuk menggalang massa, sibuk membuat pernyataan. Lihat saja geliat di tubuh pengurus Partai Golkar, Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung masih meributkan ihwal Konvensi Partai. Akbar Tanjung berharap partai beringin ini menyelenggarakan konvensi, dimana ia memungkinkan untuk masuk sebagai kandidat. Di sisi lain, Jusuf Kalla ingin mengamankan pencalonannya sebagai presiden/wakil presiden. Pencalonan kandidat tanpa konvensi berarti kemunduran bagi Golkar. Karena hanya elit partai saja yang masuk dalam daftar kandidat. Sedangkan orang-orang partai di luar pengurus dan orang diluar partai tidak mendapat tempat untuk maju bertarung. Langkah mundur bagi Golkar, sebab semakin mengecilkan kesiapan Golkar pada perubahan iklim politik di Indonesia.

Selain Golkar, yang sudah sibuk duluan ya, PDIP. Megawati dan pendukungnya sudah sibuk membangun citra kandidat. Memang, PDIP sudah identik dengan Megawati. Begitu pula sebaliknya. Terkesan, geliat di tubuh PDIP hanya untuk pencalonan Megawati saja. Tidak terlihat keluar, bagaimana persiapan PDIP dalam usaha menambah anggota di parlemen. PDIP masih sibuk dengan sosok Megawati.

Berbeda dengan geliat di Partai Demokrat. Demokrat masih sibuk membangun cabang dan merumuskan strategi. Kandidat presiden yang diusung oleh partai ini pasti SBY. Sebuah keputusan yang susah untuk diubah. Dari berita-berita dapat dilihat naiknya aktivitas partai untuk membangun jaringan di seluruh Indonesia. Sang ketua umum partai sibuk bertemu, membuka, meresmikan cabang-cabang partai.

Tiga partai tersebut di atas sibuk dengan pencalonan presiden/wakil presiden, PKS lain lagi. Partai ini lebih sibuk untuk menambah kursi di parlemen. Tidak memaksakan diri untuk mencalonkan orang dari internal partai. Partai ini lebih senang “melihat ke depan”, membangun kekuatan setahap demi setahap. Sebuah partai kader yang semakin lama semakin besar.

Bagaimana dengan partai-partai kecil yang mau ikut Pemilu. Untuk kandidat presiden/wakil presiden mereka masih melihat-lihat untuk mendukung siapa dan partai mana. Strategi yang disiapkan masih seputar bersekutu dengan partai mana dan mendukung siapa. Sedang untuk kursi di parlemen, mereka pasti mengejar kursi sebanyak mungkin.

(ARAHMAN ALI)

1 komentar:

Anonymous said...

Demokrasi makin diminati negara-negara didunia, contoh terakhir adalah nepal yang akan mencoba mengadakan pemilu untuk pertama kalinya menghapus sistem kerajaan.

Demokrasi Indonesia dibandingkan negara maju lainnya masih jauh ketinggalan, di Indonesia demokrasi cenderung berbau pentas dangdut, amplop uang, figur selebritis.

Salah satu presiden amrik pernah mengatakan demokrasi bukan solusi final untuk politik dunia, tetapi dengan demokrasi paling tidak semua pihak telah lega untuk menyampaikan gagasannya tanpa otorita pihak tertentu.

Menurut saya, politik santun lah yang perlu dikedepankan, beradu ide-ide kreatif dan inovasi untuk membangun, sopan dalam merebut hati masyarakat, tertib dalam kampanye, mengusung perubahan yang baik, dan bersih dari kepentingan individu-individu.

sesudah Malu aku jadi orang indonesia, hanya bisa berharap...